Sejarah Singkat Kerajaan Majapahit – Peninggalan, Kemunduran dan Kehidupannya

Rahmad Ardiansyah

Kerajaan Majapahit
1293-1527

Ibukota : Majapahit, Wilwatikta (Trowulan)
Bahasa : Jawa kuno, Sansekerta
Agama : Siwa-Budha (Hindu dan Budha) Kejawen, Animisme
Pemerintahan : Monarki

Sejarah
Penobatan Raden Wijaya : (10 November 1293)
Invasi Demak : 1527
Mata Uang : Koin Emas dan Perak, Kepeng ( Koin perunggu yang diimpor dari Tiongkok)

Letak Geografis Kerajaan Majapahit

Secara geografis letak kerajaan Majapahit sangat strategis karena berada di daerah lembah sungai yang luas, yaitu Sungai Brantas dan Bengawan Solo yang anak sungainya yang dapat dilayari sampai ke hulu. Pusat Majapahit berada di Trowulan, Mojokerto. Berbeda dengan kerajaan – kerajaan lain yang menempatkan kerajaan mereka di pesisir dengan tujuan dekat dengan kegiatan perdagangan, Majapahit memilih Trowulan di pelosok Jawa Timur dengan alasan keamanan. Catatan pelaut cina menyatakan, ketika akan ke Majapahit maka harus melewati Surabaya untuk mencapai ke Trowulan. Alasan pemilihan delta sungai Brantas yaitu wilayahnya yang subur dan menghubungkan dua dermaga besar yang ada di Ujung Galuh, Surabaya dan dermaga Pamotan di Sidoarjo.

Baca Juga : Hasta Mandala Kerajaan Majapahit

Peta Majapahit Berdasarkan Temuan Arkeologis

Baca Juga : Kerajaan Vasal Majapahit

Sejarah Penamaan Majapahit

Menurut serat Pararaton dan Kidung Harsa Wijaya, penamaan Majapahit karena pasukan Raden Wijaya menemukan buah maja yang memiliki rasa pahit di sebuah desa tarik. Sesederhana inilah orang Jawa menamakan desanya. Desa di hutan tarik ini kemudian berkembang menjadi kerajaan. Selain nama Majapahit, kerajaan ini juga bernama Wilwatikta atau Vilvatikta. Dalam bahasa sansekerta, kata vilva atau bilva diartikan sebagai buah kesayangan dewa siwa yang berarti sama dengan maja, sedangkan tikta berarti pahit. Seringkali ada yang menyebut kerajaan ini dengan kata Majapahit Wilwatikta. Sedangkan daun maja berbentuk trifoliat (selalu tiga helai) kemudian disamakan dengan trisula dewa Siwa atau bisa juga disebut dengan trinitas (tri murthi)

Sejarah Majapahit

Sebelum berdirinya Majapahit, Singasari telah menjadi kerjaan paling kuat di Jawa. Hal ini menjadi perhatian Kubilai Khan penguasa dari Dinasti Yuan di Tiongkok. Ia mengirim utusan bernama Meng Chi ke Singasari umtuk menuntut upeti Kertanegara penguasa terakhir Singasari. Namun ia malah mempermalukan utusan Kubilai Khan itu dengan memotong telinganya, Kubilai Khan marah lalu memberangkatkan ekspedisi besar ke Jawa pada tahun 1293.

Sebelum terjadi penyerangan Kubilai Khan ke Singasari, terjadi pemberontakan Kediri kepada Kerajaan Singasari yang kemudian meruntuhkan kerajaan Singasari. Ketika terjadi pemberontakan Kediri kepada kerajaan Singasari oleh Jayakatwang, Raden Wijaya bertugas mempertahankan bagian utara Singasari, ternyata serangan Jayakatwang dilakukan dari selatan Singasari. Maka selanjutnya ketika Raden Wijaya kembali ke istana, ia melihat istana Singasari dalam keadaan terbakar dilalap api. Ia mendengar bahwa raja Kertanegara, keluarga dan pembesar lain dibunuh oleh Jayakatwang. Akhirnya Raden Wijaya melarikan diri bersama sisa – sisa prajuritnya dan dibantu oleh desa Kugagu. Setelah merasa aman, ia kemudian meminta perlindungan kepada Aryawiraraja di Madura.

Ketika itu Jayakatwang (Adipati Kediri) sudah menggulingkan dan membunuh Kertanegara, atas Saran Arya Wiraraja. Raden Wijaya, menantu Kertanegara diberi saran Arya Wiraraja untuk meminta ampun dan menyerahkan diri kepada Jayakatwang. Jayakatwang memberi ampun kepada Raden Wijaya. Sejak saat itu, Raden Wijaya mengabdi kepada Jayakatwang dan menorehkan prestasi yang gemilang, atas jasa – jasa Raden Wijaya Jayakatwang menghadiahi hutan tarik di daerah yang kini dikenal dengan nama Trowulan.

Baca Juga : Arya Wiraraja, Ahli Taktik dan Strategi Singasari, Kediri dan Majapahit

Raden Wijaya kemudin membuka dan membangun desa yang ia beri nama “Majapahit” ia memberi nama itu atas dasar ketika ia sedang membuka hutan tarik dan salah satu dari prajuritnya beristirahat lalu memakan sebuah buah maja tetapi setelah ia merasakan rasa pahit dari buah itu.

Pada saat pasukan Mongol tiba, Arya Wiraraja membelot ke Raden Wijaya dan memberi tau kepada Raden Wijaya agar bersekutu dengan pasukan Mongol untuk bertempur melawan Jayakatwang. Setelah berhasil menjatuhkan Jayakatwang, Raden Wijaya dan pasukannya berbalik menyerang sekutunya sehingga memaksa menarik pulang kembali pasukannya.

Kelahiran Kerajaan Majapahit adalah hari dimana dinobatkannya Raden Wijaya sebagai raja, yaitu tanggal 15 bulan Kartika tahun 1215 saka yang bertepatan dengan nama resmi Kertarajasa Jayawardhana.

Masa Kejayaan Majapahit

Kerajaan Majapahit mencapai masa keemasan ketika dipimpin oleh Hayam Wuruk dengan patihnya Gajah Mada yang terkenal dengan Sumpah Palapa. Majapahit menaklukkan hampir seluruh Nusantara dan melebarkan sayapnya hingga ke seluruh Asia Tenggara. Pada masa ini daerah Malang tidak lagi menjadi pusat kekuasaan karena diduga telah pindah ke daerah Nganjuk. Menurut para ahli di Malang ditempatkan seorang penguasa yang disebut raja pula. Kebesaran kerajaan ditunjang oleh pertanian sudah teratur, perdagangan lancar dan maju, memiliki armada angkutan laut yang kuat serta dipimpin oleh Hayam Wuruk dengan patih Gajah Mada. Di bawah patih Gajah Mada, Majapahit banyak menaklukkan daerah lain. Dengan semangat persatuan yang dimilikinya, dan membuatkan Sumpah Palapa. Mpu Prapanca dalam bukunya Negara Kertagama menceritakan tentang zaman gemilang kerajaan di masa Hayam Wuruk dan juga silsilah raja sebelumnya tahun 1364 Gajah Mada meninggal disusul oleh Hayam Wuruk di tahun 1389 dan kerajaan Majapahit mulai mengalami kemunduran.

Baca Juga : Madakaripura, Tempat Semedi Gajah Mada

Dalam Negara Kertagama dikisahkan Hayam Wuruk sebagai Raja Majapahit melakukan ziarah ke makam leluhurnya (yang berada disekitar daerah Malang), salah satunya di dekat makam Ken Arok. Ini menunjukkan bahwa walaupun bukan pusat pemerintahan namun Malang adalah kawasan yang disucikan karena merupakan tanah makam para leluhur yang dipuja sebagai Dewa. Beberapa prasasti dan arca peninggalan Majapahit dikawasan puncak Gunung Semeru dan juga di Gunung Arjuna menunjukkan bahwa kawasan gunung tersebut adalah tempat bersemayam para dewa dan hanya keturunan raja yang boleh menginjakkan kaki di wilayah tersebut. Bisa disimpulkan bahwa berbagai peninggalan tersebut merupakan rangkaian yang saling berhubungan walaupun terpisah oleh masa yang berbeda sepanjang 7 abad.

Jatuhnya Majapahit

Sesudah mencapai puncaknya pada abad ke-14, kekuasaan Majapahit berangsur-angsur melemah. Setelah wafatnya Hayam Wuruk pada tahun 1389, Majapahit memasuki masa kemunduran akibat konflik perebutan takhta. Pewaris Hayam Wuruk adalah putri mahkota Kusumawardhani, yang menikahi sepupunya sendiri, pangeran Wikramawardhana. Hayam Wuruk juga memiliki seorang putra dari selirnya yaitu Wirabhumi yang juga menuntut haknya atas takhta. Perang saudara pada masa keruntuhan Majapahit yang disebut juga Perang Paregreg diperkirakan terjadi pada tahun 1405-1406, antara Wirabhumi melawan Wikramawardhana. Perang ini akhirnya dimenangi Wikramawardhana, semetara Wirabhumi ditangkap dan kemudian dipancung. Tampaknya perang saudara ini melemahkan kendali Majapahit atas daerah-daerah taklukannya di seberang.

Baca Juga : Pemberontakan – Pemberontakan di Kerajaan Majapahit

Pada kurun pemerintahan Wikramawardhana, serangkaian ekspedisi laut Dinasti Ming yang dipimpin oleh laksamana Cheng Ho, seorang jenderal muslim China, tiba di Jawa beberapa kali antara kurun waktu 1405 sampai 1433. Sejak tahun 1430 ekspedisi Cheng Ho ini telah menciptakan komunitas muslim China dan Arab di beberapa kota pelabuhan pantai utara Jawa, seperti di Semarang, Demak, Tuban, dan Ampel; maka Islam pun mulai memiliki pijakan di pantai utara Jawa.

Wikramawardhana memerintah hingga tahun 1426, dan diteruskan oleh putrinya, Ratu Suhita, yang memerintah pada tahun 1426 sampai 1447. Ia adalah putri kedua Wikramawardhana dari seorang selir yang juga putri kedua Wirabhumi. Pada 1447, Suhita mangkat dan pemerintahan dilanjutkan oleh Kertawijaya, adik laki-lakinya. Ia memerintah hingga tahun 1451. Setelah Kertawijaya wafat, Bhre Pamotan menjadi raja dengan gelar Rajasawardhana dan memerintah di Kahuripan. Ia wafat pada tahun 1453 AD. Terjadi jeda waktu tiga tahun tanpa raja akibat krisis pewarisan takhta. Girisawardhana, putra Kertawijaya, naik takhta pada 1456. Ia kemudian wafat pada 1466 dan digantikan oleh Singhawikramawardhana. Pada 1468 pangeran Kertabhumi memberontak terhadap Singhawikramawardhana dan mengangkat dirinya sebagai raja Majapahit.

Ketika Majapahit didirikan, pedagang Muslim dan para penyebar agama sudah mulai memasuki Nusantara. Pada akhir abad ke-14 dan awal abad ke-15, pengaruh Majapahit di seluruh Nusantara mulai berkurang. Pada saat bersamaan, sebuah kerajaan perdagangan baru yang berdasarkan Islam, yaitu Kesultanan Malaka, mulai muncul di bagian barat Nusantara. Di bagian barat kemaharajaan yang mulai runtuh ini, Majapahit tak kuasa lagi membendung kebangkitan Kesultanan Malaka yang pada pertengahan abad ke-15 mulai menguasai Selat Malaka dan melebarkan kekuasaannya ke Sumatera. Sementara itu beberapa jajahan dan daerah taklukan Majapahit di daerah lainnya di Nusantara, satu per satu mulai melepaskan diri dari kekuasaan Majapahit.

Singhawikramawardhana memindahkan ibu kota kerajaan lebih jauh ke pedalaman di Daha (bekas ibu kota Kerajaan Kediri) dan terus memerintah di sana hingga digantikan oleh putranya Ranawijaya pada tahun 1474. Pada 1478 Ranawijaya mengalahkan Kertabhumi dan mempersatukan kembali Majapahit menjadi satu kerajaan. Ranawijaya memerintah pada kurun waktu 1474 hingga 1519 dengan gelar Girindrawardhana. Meskipun demikian kekuatan Majapahit telah melemah akibat konflik dinasti ini dan mulai bangkitnya kekuatan kerajaan-kerajaan Islam di pantai utara Jawa.

Waktu berakhirnya kemaharajaan Majapahit berkisar pada kurun waktu tahun 1478 (tahun 1400 saka, berakhirnya abad dianggap sebagai waktu lazim pergantian dinasti dan berakhirnya suatu pemerintahan hingga tahun 1527. Dalam tradisi Jawa ada sebuah kronogram atau candrasengkala yang berbunyi sirna ilang kertaning bumi. Sengkala ini konon adalah tahun berakhirnya Majapahit dan harus dibaca sebagai 0041, yaitu tahun 1400 Saka, atau 1478 Masehi. Arti sengkala ini adalah “sirna hilanglah kemakmuran bumi”. Namun demikian yang sebenarnya digambarkan oleh candrasengkala tersebut adalah gugurnya Bhre Kertabumi, raja ke-11 Majapahit, oleh Girindrawardhana. Sebelum Brawijaya V lengser, Sabdopalon memberikan kutukan kepada Brawijaya V karena Brawijaya V tidak mau mendengarkan nasehat Sabdopalon terlebih ia malah masuk ke agama Islam. Kutukan tersebut adalah selama 500 tahun terhitung dari Majapahit runtuh pulau Jawa akan mengalami bencana yang terjadi terus menerus hingga munculnya sosok tua Sabdopalon.

Baca : Ramalan Sabdopalon

Menurut prasasti Jiyu dan Petak, Ranawijaya mengaku bahwa ia telah mengalahkan Kertabhumi dan memindahkan ibu kota ke Daha (Kediri). Peristiwa ini memicu perang antara Daha dengan Kesultanan Demak, karena penguasa Demak adalah keturunan Kertabhumi. Peperangan ini dimenangi Demak pada tahun 1527. Sejumlah besar abdi istana, seniman, pendeta, dan anggota keluarga kerajaan mengungsi ke pulau Bali. Pengungsian ini kemungkinan besar untuk menghindari pembalasan dan hukuman dari Demak akibat selama ini mereka mendukung Ranawijaya melawan Kertabhumi.

Dengan jatuhnya Daha yang dihancurkan oleh Demak pada tahun 1527, kekuatan kerajaan Islam pada awal abad ke-16 akhirnya mengalahkan sisa kerajaan Majapahit. Demak dibawah pemerintahan Raden Patah, diakui sebagai penerus kerajaan Majapahit. Menurut Babad Tanah Jawi dan tradisi Demak, legitimasi Raden Patah karena ia adalah putra raja Majapahit Brawijaya V dengan seorang putri China.

Catatan sejarah dari Tiongkok, Portugis (Tome Pires), dan Italia (Pigafetta) mengindikasikan bahwa telah terjadi perpindahan kekuasaan Majapahit dari tangan penguasa Hindu ke tangan Adipati Unus, penguasa dari Kesultanan Demak, antara tahun 1518 dan 1521 M.

Demak memastikan posisinya sebagai kekuatan regional dan menjadi kerajaan Islam pertama yang berdiri di tanah Jawa. Saat itu setelah keruntuhan Majapahit, sisa kerajaan Hindu yang masih bertahan di Jawa hanya tinggal kerajaan Blambangan di ujung timur, serta Kerajaan Sunda yang beribukota di Pajajaran di bagian barat. Perlahan-lahan Islam mulai menyebar seiring mundurnya masyarakat Hindu ke pegunungan dan ke Bali. Beberapa kantung masyarakat Hindu Tengger hingga kini masih bertahan di pegunungan Tengger, kawasan Bromo dan Semeru.

Demak mengadopsi budaya Majapahit dan dipadukan dengan budaya Islam. Demak kemudian runtuh karena perang saudara dan berpindah ke Kesultanan Pajang pada tahun 1549, Kesultanan Pajang runtuh dan lahirlah Keraton Kotagede pada tahun 1577. Pada saat terjadi perjanjian Giyanti pada tahun 1755 berdirilah dua kekuasaan seperti yang kita kenal sekarang yaitu Kesultanan Jogjakarta dan Kasunanan Surakarta.

Pohon Silsilah Raja – Raja Kerajan Majapahit

Raja – Raja Majapahit

Majapahit memiliki sejarah yang panjang ketika berdiri pada 1293 M hingga 1519 M. Sejak Majapahit berdiri, terhitung 226 tahun Majapahit menjadi kerajaan yang bisa dibilang menjadi kerajaan terbesar di Nusantara bila dilihat dari wilayah teritorialnya. Berikut adalah raja – raja yang pernah memimpin kerajaan Majapahit dari berdirinya hingga masa keruntuhan

  1. Raden Wijaya
    Dengan gelar Kertarajasa Jayawardhana, Raden Wijaya dianggap sebagai pendiri Majapahit. Raden Wijaya merupakan keturunan dari kerajaan Singhasari yaitu anak dari Dyah Lembu Tal dan cucu dari Mahisa Campaka (Narasinghamurti). Nama Raden Wijaya masih menjadi perdebatan karena penamaan Raden ada sebagian orang yang menganggap bahwa gelar tersebut berasal dari nama Dyah. Dalam kitab Negarakertagama, pendiri Majapahit adalah Dyah Wijaya. Nama Raden dianggap berasal dari kata Dyah, Ra Dyah, Ra Dyan dan terakhir Ra Hadyan. Raden Wijaya merupakan keturunan asli dari Ken Arok dan Ken Dedes. Raden Wijaya memerintah Majapahit dari tahun 1293 hingga 1309 M.    Raden Wijaya mampu mendirikan Majapahit tak lain adalah dari bantuan Arya Wiraraja. Setelah Raden Wijaya menjadi raja pertama di Majapahit, Arya Wiraraja kemudian diberi kekuasaan di sebelah timur yaitu Lumajang, Blambangan oleh Raden Wijaya. Raden Wijaya dikenal sangat baik dan bijaksana. Struktur pemerintahan Singasari tidak berbeda jauh dengan struktur pemerintahan Kerajaan Singasari.  
  2. Jayanagara
    Setelah Raden Wijaya meninggal kemudian digantikan anaknya yaitu Kala Gemet yang bergelar Sri Jayanegar atau Sri Sundarapandyadewa Dhiswaranamarajabhiseka Wikaramotungga-dewa yang memerintah Majapahit dari 1309 hingga 1328 M. . Sebelum menjadi raja di Majapahit, Jayanegara berkedudukan sebagai Bhre Daha (Kadiri). Pada pemerintahan Jayanegara terjadi berbagai pemberontakan seperti pemberontakan Lembu Sora (1233 saka), Juru Demung (1235 saka), Gajah Biru (1236 saka), Pemberontakan Nambi, Lasem, Semi, Kuti dengan peristiwa Bandaderga. Pemberontakan yang paling besar adalah pemberontakan Kuti yang hampir meruntuhkan Majapahit. Jayanegara meninggal dibunuh oleh tabibnya sendiri yaitu Tanca. Tanca akirnya dibunuh oleh Gajah Mada.
  3. Tribhuwana Wijayatunggadewi
    Dengan gelar Tribhuwanattunggadewi Jayawisnuwarddhani, ia memerintah Majapahit dari tahun 1328 hingga 1350 M. Sebelum menjadi raja Majapahit, Tribhuwana Tunggadewi menjabat sebagai Bhre Kahuripan. Tribhuwana Tunggadewi merupakan raja perempuan pertama di Majapahit.    Jayanegara meninggal tanpa seorang putra. Kemudian tahta dari Majapahit diserahkan kepada adik dari Jayanegara yang bernama Dyah Gitarja yang bergelar Tribuwana Tunggadewi. Tribuwana Tunggadewi sebelumnya menjabat sebagai Bhre Kahuripan yang dibantu oleh suaminya Kartawardhana. Pada tahun 1331 terjadi pemberontakan di daerah Sadeng dan Keta. Gajah Mada yang sebelumnya menjabat sebagai patih di Daha kemudian menumpas pemberontakan Keta dan Sadeng. Atas jasanya tersebut, ia diangkat menjadi Mahapatih di Majapahit menggantikan Pu Naga. Gajah Mada kemudian mencetuskan Sumpah Palapa yaitu untuk menyatukan wilayah Nusantara yang dibantu oleh Mpu Nala dan Adityawarman pada tahun 1339 sebagai imbalan atas diangkatnya ia sebagai Mahapatih Majapahit.
  4. Hayam Wuruk
    Hayam Wuruk naik tahta pada usia yang sangat muda yaitu 16 tahun dengan gelar Rajasanegara yang memerintah Majapahit dari 1350 hingga 1489 M.. Sebelum menjabat sebagai raja Majapahit, Hayam Wuruk berkedudukan di Jiwana dan dikenal dengan nama Bhre Hyang Wekasing Sukha. Majapahit mencapai masa keemasan pada masa pemerintahan Hayam Wuruk yang didampingi oleh Gajah Mada sebagai patihnya. Negarakertagama mencatat bahwa wilayah Majapahit hampir sama dengan wilayah Indonesia sekarang bahkan pengaruh Majapahit sampai ke negara – negara tetangga. Satu – satunya yang tidak tunduk kepada Majapahit adalah kerajaan Sunda dibawah pemerintahan Sri Baduga Maharaja.    Terdapat suatu peristiwa yang menyebabkan hubungan Raja Hayam Wuruk dan Gajah Mada renggang yaitu ketika Raja Hayam Wuruk ingin memperistri Dyah Pitaloka dari kerajaan Sunda. Gajah Mada menginginkan pernikahan Hayam Wuruk dengan Dyah Pitaloka sebagai bukti bahwa Kerjaan Sunda tunduk kepada Majapahit, namun Hayam Wuruk berpendapat lain. Hayam Wuruk benar – benar cinta Dyah Pitaloka. Ketika prosesi pernikahan dilakukan, Gajah Mada secara terang – terangan meminta Kerajaan Sunda tunduk kepada Majapahit, sedangkan dari pihak Kerajaan Sunda menolak hal tersebut. Terjadi perang yang tidak berimbang antara pasukan Majapahit dengan pasukan Sunda. Melihat keluarga Dyah Pitaloka serta pembesar Kerajaan Sunda terbunuh di tangan para prajurit Majapahit, kemudian Dyah Pitaloka memilih bunuh diri dari pada diperistri Hayam Wuruk. Peristiwa ini dikenal dengan peristiwa perang Bubat antara Majapahit dan Kerajaan Sunda. Dari kejadian ini, hubungan antara Hayam Wuruk dan Gajah Mada kemudian renggang hingga Gajah Mada memilih untuk mengundurkan diri dari posisi Mahapatih Majapahit. Pada tahun 1364 dikabarkan Gajah Mada meninggal, Kerajaan Majapahit kehilangan salah satu Patih yang membawa Majapahit ke masa keemasan. Internal kerajaan mulai mencari pengganti sepadan dari patih Gajah Mada namun hal tersebut sangatlah sulit. Beberapa kali sidang dilakukan namun tetap saja tidak mendapatkan titik temu pengganti Gajah Mada. Pada akhirnya posisi Patih Hamengkubhumi Gajah Mada dibiarkan kosong tanpa ada yang menduduki. Untuk mengisi kekosongan dalam pelaksana pemerintahan, peran Mahapatih Gajah Mada diganti Mpu Tandi sebagai Wridhamantri, Mpu Nala sebagai Amancanegara serta Patih Dami sebagai Yuamentri. Hayam Wuruk meninggal pada tahun 1389.  
  5. Wikramawardhana
    Raden Haya Wuruk digantikan oleh putrinya Kusumawardhani. Sebelum menjabat sebagai raja, ia telah menikah terlebih dahulu dengan Wikramawardhana. Dalam prakteknya, Kusumawardhani cuma sebagai simbol kerajaan dan pemerintahan sepenuhnya dipegang oleh WIkramawardhana. Sedangkan Bhre Wirabhumi, anak Hayam Wuruk dari selir memaksa bahwa dirinyalah yang pantas menduduki jabatan raja Majapahit, namun hal itu tidak terjadi karena Bhre Wirabhumi hanya anak selir dari Hayam Wuruk. Bhre Wirabhumi kemudian diberi kekuasaan di wilayah timur yaitu daerah Blambangan. Pada perkembangannya, Majapahit terpecah menjadi dua yaitu pihak Wikramawardhana dan Bhre Wirabhumi dan kerap terjadi perang. Perang inilah yang kemudian disebut perang paregreg. Wikramawardhana meninggal pada 1429. Pada pemerintahan setelahnya, Kerajaan Majapahit mulai meredup hingga pada akhirnya hancur oleh konflik internal yang berpapasan dengan berkembangnya pengaruh Islam di Jawa.  
  6. Suhita
    Suhita merupakan raja perempuan kedua dengan gelar Prabhustri yang memerintah Majapahit dari tahun 1429 hingga 1447 M. Suhita merupakan anak kedua dari Wikramawardhana. Suhita menggantikan kakaknya Bhre Hyang Wekasing Sukha II yang berkedudukan di Tumapel namun sebelum diangkat menjadi raja Majapahit, beliau meninggal terlebih dahulu pada 1399 M.  
  7. Dyah Kertawijaya
    Dengan gelar Sri Wijayapararama Wardhana, ia menjabat sebagai raja Majapahit dari tahun 1447 hingga 1451 M yang sebelumnya menjabat sebagai Bhre Tumapel. Dyah Kertawijaya merupakan adik dari Suhita, ia menggantikan Suhita sebagai raja Majapahit karena Suhita tidak memiliki anak.  
  8. Dyah Wijayakumara
    Dengan gelar Sri Rajasawarddhana, beliau menjabat sebagai raja Majapahit dari 1451 hingga 1453 M. Sebelum menjadi raja Majapahit, Wijayakrama menjabat sebagai Bhre Pamotan serta Keling Kahuripan atau dikenal dengan sebutan Sang Sinagara.  
  9. Dyah Suryawikrama
    Dyah Suryawikrama memiliki gelar Sri Girisawardhana yang memerintah Majapahit pada 1456 hingga 1466 M. Sebelum menjadi raja di Majapahit, Suryawikrama menjabat sebagai Bhre Wengker. Ia merupakan putra dari Kertawijaya serta dikenal sebagai Bhre Hyang Purwawisesa.  
  10. Dyah Suraprabhawa
    Dyah Suraprabhawa memiliki gelar Sri Singhawikramawardhana yang memerintah Majapahit pada 1466 sampai 1468 M. Sebelum menjadi raja Majapahit, Suraprabhawa memerintah Tumapel (Bhre Tumapel) dan dikenal dengan sebutan Bhre Pandan Salas. Adanya serangan Bhre Kertabhumi, kemudian Suraprabhawa memindah pusat pemerintahannya ke Daha.  
  11. Bhre Kertabhumi
    Kertabhumi atau disebut juga Brawijaya V memerintah Majapahit pada 1468 hingga 1478 M. Ia mengusir Suraprabhawa dari Majapahit sehingga ia dapat menduduki pemerintahan Majapahit. Brawijaya V merupakan anak bungsu dari Sri Rajasawardhana. Pada masa akhir pemerintahan Brawijaya V, penasehat kerajaan Sabdo Palon Noyo Genggong mengutuk setelah runtuhnya Majapahit selama 500 tahun Nusantara akan mengalami banyak bencana sampai muncul sosok tua yang akan membawa kebesaran dan kejayaan Nusantara. Apabila masa berakhirnya Majapahit adalah selesainya pemerintahan Girindrawardhana pada 1519, maka 500 tahun setelahnya adalah 2019. Nama Brawijaya V menjadi pertanyaan bagi sebagian orang karena hanya Brawijaya V yang menyandang angka di belakang nama sedangkan raja – raja sebelumnya tidak ada. Nama Brawijaya I, II, III dan seterusnya merupakan karangan dari pujangga Surakarta yang menganggap tahta Majapahit sama dengan Mataram Islam. Brawijaya I dianggap adalah nama dari Kertawijaya dan disinilah yang membuat rancu sejarah.  
  12. Dyah Ranawijaya
    Ranawijaya memiliki gelar Sri Girindrawardhana yang memerintah Majapahit pada 1474 hingga 1519 M. Sebelum menjabat sebagai raja Majapahit, Girindrawardhana berkedudukan di Kling (Bhatara i Kling). Ranawijaya adalah anak dari Suraprabhawa yang menjungkalkan kekuasaan Brawijaya V. Pusat pemerintahan Majapahit berpindah ke Kling karena Majapahit masih dikuasai Brawijaya V dan pada 1478 Brawijaya harus mengakui kekuasaan Girindrawardhana.

Agama Majapahit

Majapahit menganut agama Siwa Buddha. Agama ini merupakan sinkretis dari agama Hindu Siwa dan Buddha. Kebanyakan raja Majapahit menganut Siwa Buddha sebagai ajaran agamanya kecuali Tribuwana Tunggadewi yang menganut Buddha Mahayana. Agama Siwa Buddha saat ini bisa kita lihat di Bali dan Pegunungan Tengger.

Kondisi Sosial – Politik

Pada awalnya, wilayah Majapahit hanya meliputi wilayah Daha dan Singasari saja, kemudian dalam perkembangannya, wilayah Kerajaan Majapahit mengalami perluasan. Kebijakan perluasan wilayah itu semakin mantab ketika Gadjah Mada diangkat sebagai Mahapati Amang Kubumi pada masa pemerintahan Tribhuana Tunggadewi. Dari beberapa sumber itu pula dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan antara sistem pemerintahan Prabu Hayam Wuruk dengan Raja-raja Majapahit maupun raja-raja yang berkuasa atas kerajaan-kerajaan yang pernah ada sebelumnya.

Struktur pemerintahan kerajaan tersebut menunjukkan bahwa terdapat kekuasaan yang bersifat teritorial dengan birokrasi yang terperinci. Pada prasasti Sukamerta (penanggungan) yang bertarikh 1296 M menyebutkan struktur pemerintahan antara Majapahit dan Daha saja. Isi prasasti tersebut mengungkapkan pada awal berdirinya, kerajaan Majapahit hanya memiliki satu negara bawahan yaitu Daha. Selain jumlah negara bawahan yang bertambah banyak, pejabat yang berada dalam struktur pemerintahan Kerajaan Majapahit semakin kompleks. Raja dan keratonnya pada masa keemasan Kerajaan Majapahit merupakan pusat segala aktivitas kerajaan baik yang bersifat sakral maupun profan.

Stratifikasi sosial pada masa Majapahit tentu berlatar belakang agama Hindu dan Buddha yang biasanya terkait dengan konsep catur asrama dan catur warna. Konsep sosial seperti ini banyak ditemukan di sumber-sumber sejarah dari Kerajaan Majapahit seperti prasasti Kudadu yang bertarikh 1294 M, prasasti Tuhanyaru yang bertarikh 1323 M, prasasti Biluluk yang bertarikh 1395 M, prasasti Waringin Pitu yang bertarikh 1447 M, Nagarakertagama, dan juga kitab hukum Kutaramanawadharmasastra.

Keadaan Sosial Kerajaan Majapahit
Pada umumnya, rakyat Majapahit adalah petani, sisanya pedagang dan pengrajin. Selain pertanian, Majapahit juga mengembangkan perdagangan dan pelayaran. Hal ini bisa disimpulkan dari wilayah kekuasaan Majapahit yang meliputi Nusantara bahkan Asia Tenggara.Barang utama yang diperdagangkan antara lain rempah-rempah, beras, gading, timah, besi, intan, dan kayu cendana. Sejumlah pelabuhan terpenting pada masa itu adalah Hujung Galuh, Tuban, dan Gresik.

Majapahit memegang dua peranan penting dalam dunia perdagangan. Pertama, Majapahit adalah sebagai kerajaan produsen yang menghasilkan barang-barang yang laku di pasaran. Hal ini bisa dilihat dari wilayah Majapahit yang demikian luas dan meliputi daerah-daerah yang subur. Kedua, peranan Majapahit adalah sebagai perantara dalam membawa hasil bumi dari daerah satu ke daerah yang lain.

Perkembangan perdagangan Majapahit didukung pula oleh hubungan baik yang dibangun penguasa Majapahit dengan kerajaan-kerajaan tetangga. Barang-barang dari luar negeri dapat dipasarkan di pelabuhan-pelabuhan Majapahit. Dan sebaliknya, barang-barang Majapahit dapat diperdagangkan di negara-negara tetangga. Hubungan sedemikian tentu sangat menguntungkan perekonomian Majapahit.

Masyarakat Majapahit relative hidup rukun, aman, dan tenteram.
Majapahit menjalin hubungan baik dan bersahabat dengan negara tetangga, di antaranya dengan Syangka (Muangthai), Dharma Negara, Kalingga (Raja Putera), Singhanagari (Singapura), Campadan Annam (Vietnam), sertaKamboja. Negara−negara sahabat ini disebut dengan Mitreka Satata. Disebutkan bahwa pada masa Hayam Wuruk, penganut agama Hindu Siwadan Buddha dapat bekerjasama. Hal ini diungkapkan oleh Mpu Tantular dalam Sutasoma atau Purusadashanta yang berbunyi “bhinneka tunggal ika tan hana dharma mangrawa” yang artinya: “di antara puspa ragam agama adalah kesatuan pada agama yang mendua.

Kondisi Ekonomi Kerajaan Majapahit

Fase imperial Kerajaan Majapahit juga dapat dibuktikan dengan semakin pesatnya kegiatan perekonomian kerajaan. Perdagangan menjadi salah satu faktor penggerak perekonomian kerajaan dan berlangsung dalam segala yang masif. Tidak hanya antar daerah-daerah Nusantara saja, melainkan juga berskala Internasional. Sistem moneter yang berlaku dalam perdagangan antar kerajaan ditandai dengan penggunaan mata uang Cina yang mendominasi. Beras merupakan hasil utama Kerajaan Majapahit dan komoditi penting yang menjadikan kerajaan tersebut sebagai salah satu pusat perdagangan Internasional di Asia. Kemakmuran yang dicapai oleh masyarakat Majapahit di masa Hayam Wuruk membuat semakin banyak barang-barang mahal yang di datangkan dari Cina beredar di wilayah kerajaan tersebut. Apalagi karena terdapat beberapa kebijakan raja yang menganugerahkan hak istimewa kepada kelompok masyarakat tertentu untuk memiliki barang yang di masa lalu hanya boleh dimiliki oleh raja dan keluarganya saja.

Keistimewaan yang diberikan Hayam Wuruk kepada kelompok tersebut tercatat dalam prasati Canggu yang bertarikh 1358 M. Dengan adanya keistimewaan khusus di peruntukkan bagi komunitas di daerah aliran sungai Brantas itu memperlihatkan peranan komunitas tersebut yang strategis bagi Kerajaan Majapahit. Jalur sungai memegang peranan penting bagi terciptanya kemakmuran di wilayah kerajaan.

Baca juga : Sistem Pengairan Majapahit

Ekonomi

  • Majapahit merupakan negara agraris dan sekaligus perdagangan pajak dan denda dibayarkan dalam uang tunai. 
  • Ekonomi Jawa sebagian mengenal mata uang sejak abad ke-8 
  • Sekitar tahun 1300 pada masa pemerintahan raja pertama Majapahit, sebuah perubahan moneter penting terjadi. Keping uang dalam negeri diganti dengan uang “Kepeng”yaitu uang tembaga impor dari dari China. 
  • Pada November 2008 sekitar 10.388 keping koin China kuno seberat 40 kilogram digali dari halaman belakang seorang penduduk di Sidoarjo. 
  • Macam pekerjaan : Pengrajin emas dan perak penjual minuman dan juga atau tukang dagang. 
  • Komunitas ekspor Jawa : lada, garam, kain dan burung kakak tua. 
  • Komuditas Impor : mutiara, emas, perak, sutra, barang keramik, dan barang dari besi. 
  • Mata uang dibuat dari campuran perak, timah putih, timah hitam, dam tembaga. 
  • Kemakmuran Majapahit diduga karena :
    1. Lembah sungai Brantas dan Bengawan solo didaratan rrendah Jawa Timur utara sangat cocok umtuk pertanian Padi. 
    2. Pelabuhan-pelabuhan Majapahit di Pantai Utara Jawa mungkin sekali berperan penting sebagai pelabuhan Pangkalan untuk mendapatkan Komuditas rempah-rempah Maluku pajak yang dikenakan pada komuditas rempah-rempah yang melewati Jawa merupakan sumber pemasukan penting.
  • Pajak khusus dikenakan pada orang asing terutama yang menetap Semi-permanen di Jawa dan melakukan pekerjaan selain perdagangan Internasional.

Struktur Pemerintah

1. Raja
2. Yuaraja / Kumaraja (Raja Muda)
3. Rakryan Mahamantri Katrini

  • Mahamantri i-hino
  • Mahamantri i-hulu
  • Mahamantri i-sirikan

 4. Rakryan Mahamantri ri Pakirakiran

  • Rakryan Mahapatih (Panglima atau Hamangkubhumi)
  • Rakryan Tumenggung (Panglima Kerajaan)
  • Rakryan Demung (Pengatur Rumah Tangga Kerajaan)
  • Rakryan Kemuruhan (Penghubung dan tugas – tugas protokoler)
  • Rakryan Rangga (Pembantu Panglima)

5. Dharmadyaka yang diduduki oleh 2 orang, masing – masing dharmadyaka dibantu oleh sejumlah pejabat keagaamn yang disebut Upapat. Pada masa Hayam Wuruk ada 7 Upapati.

Selain struktur tersebut, terjabat juga pejabat di bawah raja di daerah dan raja daerah (bhre / bhatara i) yang masing – masing memerintah daerah – daerah tertentu. Selain itu ada juga pejabat sipil dan militer. Dari struktur
pemerintahan tersebut dapat dilihat bahwa sistem pemerintahannya sudah sangat teratur.

Majapahit menurut pendapat para warga Desa Trowulan

Agama
Upacara keagamaan adalah suatu bentuk pemenuhan kebutuhan religi manusia yang pada dasarnya merupkan fenomen yang menggabungkan unsure social dan budaya. Pada masa majapahit ada tiga agama yang diakui sebagai agama negara, yaitu Agama Siwa ( Hindu) yang diurus Dharmadiyaksa Kasaiwan, Budha yang diurus Dharmadiyaksa Kasogatan. Aliran Karsyan ( pertapa ) yang diurus Menteri Herhaji.

Surya Majapahit
Merupakan salah satu cirri khas kesenian peninggalan Kerajaan Majapahit yang pada bagian dalamnya terdapat sembilan dewa penjaga mata angin yang disebut “Dewata Nawa Sanga”. Dewa utama yang berada di lingkaran utama terdiri dari : Siwa (pusat), Iswara (timur), Mahadewa (barat daya), mahesora (tenggara), dan sangkara (barat laut).

Sedangkan dewa minor berada pada sinar yang memancar yang terdiri dari : Indra (hujan/petir), Agni (api), Yama (maut), Nrrt (kesedihan), Baruna (laut), Bayu(angin), Isana (kekuatan alam).

Nandiswara
Nandiswara merupakan salah satu pengiring dewa siwa yang mempunyai kekuatan sebagai penolak balak seperti halnya Mahakala. Biasanya digambarkan bertangan dua, tangan kiri memegang sampur, tangan kanan bertumpu pada miniatur bagnunan.

Nandi
Nandi merupakan lembu yang menjadi wahana atau kendaraan Dewa Siwa dalam mitologi Hindu, candi yang memiliki arca nandi adalah candi yang digunkan untuk Hindu-Siwa dan biasanya ditempatkan diruangan suci sebuah candi ( garbhaghra ). Nandi biasanya digambarkan diposisi mendekam.

Sumpah Amerta Palapa lamun huwus kalah nusantara isun amukti palapa, lamun kalah ring gurun, ring seran, tanjung pura, ring haru, ring oahang, pompo, ring bali, sunda, Palembang, tumasik, samana insun amukti palapa”.
“setelah tunduk palapa saya akan beristirahat setelah kalah guru, seran, tanjung pura, haru, Pahang, pompo, bali, sunda, Palembang, tumasik, barulah saya akan beristirahat”.

Kesenian-kesenian (kearifan lokal) masyarakat Majapahit

  1. Blencong
    Merupakan wayang kulit, yaitu salah satu seni pertunjukan pada masa Majapahit. Cerita diambil dari epos Mahabarata dan Ramayana. Pertunjukan di mulai setelah matahari tenggelam.
  2. Adanya lampu
    Penerangan menggunakan lampu yang berbahan minyak kelapa, minyak jarak dan lemak hewan.
  3. Hiasan pintu yang memiliki bentuk yang beraneka ragam.
  4. Alat rumah tangga
    Sesuai dengan perkembanganmata pencaharian (sendok sayur, gayung, teko).
  5. Adanya mata uang
    Nama-nama mata uang ( ma, kepeng, gobog besar, gobog kecil) yang menandakan bahwa Majapahit sudah menjalin hubungan dengan Negara tetangga.
  6. Prasasti Alasantan
    Terdapat 4 lempeng yang dipahat pada salah satu sisi. Isinya mengisahkan pada tanggal 5 Kresnapaksa bulan Badrawada tahun 861 Saka, Sri Maharaja Halu Dyah Sendok Sri Isana Wikrama memerintahkan agar tanah di Alasantan di bawah kekuasaan Bawang Mapapan ( ibu dari Rakyan Mapatih I Halu Dyah Sahasta) diberi hak otonom menjadi tanah sima.
  7. Sumur Jobong : untuk pengairan sawah.
    Sumur Bata Lengkung : untuk rumah tangga
    Sumur Bata Kotak : merupakan sumur suci.
  8. Perlengkapan ritual agama
    Pedupan, cermin, bejana/ guci armetha.

Adanya kesatuan dalam beragama dan munculah tanama darma “ walaupun berbeda-beda tetapi tetap satu juga dan tuhan hanya satu”. Yang bertujuan untuk menyatukan Majapahit, bukti dari hal ini adalah adanya candi Brahu yang merupakan candi yang berlambangkan candi Siwa-Budha dan adanya bukti penerimaan agama Islam di Majapahit dengan nisan untuk kubur, walaupun agama Islam masih minoritas.

Hayam Wuruk sendiri memiliki strategi untuk menyatukan Nusantara dengan cara menyatukan dua kerajaan lewat pernikahan yaitu Hayam Wuruk (Majapahit) dengan Dyah Pitaloka (Padjadjaran) walaupun pada berakhir dengan tragis (Baca : Perang Bubat). Penyatuan nusantara sendiri dilambangkan dengan lingga dan yoni. Kerajaan Majapahit sendiri dikelilingi oleh sungai Brantas. Lokasi keraton jarang ditemukan sedangkan bangunan candi berada di mana-mana, itu karena keraton terbuat dari bahan yang tidak seawet bahan yang diperuntukkan untuk bangunan candi. Manusia pada saat itu menempatkan candi pada daerah yang subur serta dapat memilih batuan yang tepat. Dari sini dapat diambil nilai-nilai kerifan lokal berupa tata letak dan pemilihan bahan yang tepat dan strategis.

Pada candi di Jawa Timur banyak yang hanya menggunakan batu bata yang hanya disusun tidak menggunakan tambahan bahan lain, dan uniknya batu bata tersebut dapat terjaga sampai sekarang. Dikatakan bahwa batu bata tersebut berasal dari bahan tanah yang ada akar serabutnya karna pada tanah tersebut tanahnya terurai sehingga jika dibakar dan direndam air semakin lama akan semakin awet dan menjadi bahan batu bata yang berkaualiatas. Candi di Jawa Tengah lebih menarik dari segi bentuk dari pada candi di Jawa Timur itu karena candi di Jawa Tengah dibangun dalam satu wangsa sedangkan di jawa timur berbeda-beda wangsa.

Konsep-konsep kubudayaan yang sakral seperti upacara dll sampai sekarangpun masih dilestarikan, hanya saja konsep pelaksanaannya yang berbeda dengan zaman dahulu. Upacara-upacara tersebur pada saat sekarang di realisasikan dalam bentuk kegiatan grebeg sura, dan juga melalui bangunan dengan pendirian museum. Pelakunya bukan berarti harus orang hindu justru yang melakukan tersebut adalah orang-orang Islam kejawen. Apabila kita ingin melihat bagaimana kerajaan tersebut kita bisa bayangkan Bali, karena Bali merupakan representatif Majapahit yang ada pada masa sekarang.

Simbol Surya Majapahit

Majapahit mempunyai simbol kerajaan bernama Surya Majapahit yang ditemukan pada bangunan peninggalan kerajaan Majapahit. Lambang Surya Majapahit berbentuk matahari yang memiliki sudut delapan dengan lingkaran di tenngahnya yang menampilkan dewa dari agama Hindu. Bentuk Surya Majapahit seakan membentuk diagram kosmologi dengan jurai khas matahari. Karena populernya lambang ini pada penemuan – penemuan yang berkaitan dengan Majapahit maka para arkeolog menduga bahwa lambang ini adalah lambang Kerajaan Majapahit. Surya Majapahit juga bisa di lihat di Masjid Agung Demak yaitu diatas tempat imam.

Bendera Merah Putih Kerajaan Majapahit

Majapahit menggunakan bendera berwarna merah putih dibuktikan dengan tulisan yang ada di kitab Negarakertagama karangan Mpu Prapanca. Kitab tersebut menceritakan bendera merah putih yang menjadi benda yang sakral dan digunakan pada acara kebesaran raja Hayam Wuruk ketika berkuasa yaitu periode 1350 hingga 1389. Menurut Mpu Prapanca bendera merah putih merupakan warna yang mulia. Selain Majapahit, Singosari juga menggunakan warna merah putih pada masa Sisingamangaraja IX yang berasal dari Batak.

 

Sumber :
Djafar, Hasan.2013.Masa Akhir Majapahit : Gindrawarddhana & masalahnya:Komunitas Bambu
Drake, Earl.2012.Majapahit:Sandyakala Rajasawangs.Yogyakarta:Ombak
Komandoko,Gamal.2009.The Truel History of Majapahit:Diva Press
Sang, Siwi.2013.GIRINDRA:Pararaja Tumapel-Majapahit.Temanggung:Pena Ananda Indie Publishing

Bagikan:

Rahmad Ardiansyah

Perkenalkan, saya Rahmad Ardiansyah, S.Pd. Guru lulusan pendidikan sejarah Universitas Negeri Semarang. Sejak menjadi pelajar saya hobi terkait IT terkhusus pengelolaan blog. Selain mengelola website Idsejarah.net, saya juga menjadi admin web mgmpsejarahsmg.or.id, admin web sma13smg.sch.id sekaligus menjadi salah satu penulis LKS di Modul Pembelajaran MGMP Sejarah SMA Kota Semarang. Saat ini saya sedang menjalankan program Calon Guru Penggerak angkatan 10. Projek web Idsejarah.net saya harapkan akan menjadi media untuk mempermudah guru sejarah dalam mengakses artikel, video, dan media pembelajaran terkait pembelajaran sejarah. Website ini akan terus dikelola dan dikembangkan agar semakin lengkap. Kedepannya besar harapan saya untuk mengembangkan aplikasi android untuk guru sejarah. Selain mengelola website, saya juga aktif mengelola channel Youtube Idsejarah sebagai media berekspresi platform video online.

Leave a Comment

Bantu kami untuk lebih berkembang dengan subcribe channel youtube idsejarah